KOMPAS.com – Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Eddy dijerat dengan pasal dugaan penerimaan suap dan gratifikasi.
“Pada penetapan tersangka Wamenkumham, benar, itu sudah kami tanda tangani sekitar dua minggu yang lalu,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dikutip dari , Kamis (9/11/2023).
Perkara dugaan korupsi yang menjerat Eddy ini berawal dari laporan Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso terkait dugaan penerimaan gratifikasi Rp 7 miliar pada 14 Maret 2023.
Eddy diduga menerima gratifikasi Rp 7 miliar dari pengusaha bernama Helmut Hermawan yang meminta konsultasi hukum kepada Eddy.
Selain Eddy, ada tiga tersangka lain yang ditetapkan tersangka oleh KPK.
Berikut ini profil dan perjalanan karier Eddy:
https://www.youtube.com/watch?v=2uuKzO2BhF4
Profil Edward Omar Sharif Hiariej
Dikutip dari laman Kemenkumham, Eddy lahir di Ambon, Maluku pada 10 April 1973.
Eddy lulus SMA pada 1992, kemudian melanjutkan studi S1 dengan mengambil jurusan Sarjana Hukum di Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 1993-1998.
Ia kemudian melanjutkan S2 di bidang Ilmu Hukum di kampus yang sama pada 2002-2004 dan menempuh pendidikan jenjang S3 di UGM pada 2007-2009.
Sebelum menjadi Wamenkumham, Eddy fokus sebagai dosen di Fakultas Hukum UGM.
Kemudian pada 2002-2007, Eddy menjadi Asisten Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan UGM.
Sejak 1999, Eddy menjabat sebagai dosen UGM dan menjadi Guru Besar Ilmu Hukum Pidana UGM pada 2010.
Jabatan Wamenkumham diembannya sejak dilantik Presiden Jokowi pada 23 Desember 2020.
Pernah kritik UU Cipta Kerja
Dikutip dari (23/12/2020), Eddy sebelum menjadi Wamenkumham dikenal sebagai salah satu sosok yang mengkritik Undang-Undang Cipta Kerja.
Dirinya saat itu menyebut, UU Cipta Kerja berpotensi menjadi ‘macan kertas’ karena tak memiliki sanksi efektif.
Ia juga menilai ada kesalahan konsep penegakan hukum dalam UU Cipta Kerja, terutama terkait pertanggungjawaban korporasi ketika melakukan pelanggaran.
Menurutnya dalam UU itu, pertanggungjawaban korporasi berada dalam konteks administrasi atau perdata.
Saksi ahli dalam persidangan
Eddy tercatat beberapa kali menjadi ahli dalam persidangan.
Ia pernah dihadirkan sebagai ahli dalam sidang kasus penodaan agama yang menjerat Basuki Tjahaja Purnama pada 2017.
Namun, kehadiran Eddy pada saat itu sempat menimbulkan persoalan yang membuat jaksa penuntut umum menolak kesaksian Eddy.
Pasalnya, Eddy sempat menghubungi jaksa dan menyatakan bahwa dirinya akan diajukan sebagai saksi ahli oleh penasihat hukum jika jaksa tak menghadirkannya sebagai ahli.
Nama Eddy juga sempat menjadi perbincangan ketika ia menjadi ahli dalam sidang perselisihan hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi.
Saat itu, Eddy dihadirkan sebagai ahli oleh pasangan capres dan cawapres nomor urut 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
Dalam sidang tersebut, kredibilitas Eddy sempat dipertanyakan Bambang Widjojanto yang saat itu menjadi Ketua Tim Hukum pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Ketika itu, Bambang menanyakan berapa banyak buku dan jurnal internasional yang ditulis Eddy terkait persoalan pemilu.
Sosok Eddy juga pernah menjadi ahli dalam sidang kasus kematian Wayan Mirna Salihin yang juga dikenal sebagai kasus kopi sianida.
Dikutip dari (25/8/2016), saat itu Eddy mengatakan, pembuktian hukum dalam perkara pidana tidak memerlukan bukti langsung atau direct evidence.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
#Profil #Wamenkumham #Edward #Omar #Sharif #Hiariej #Tersangka #Dugaan #Suap #dan #Gratifikasi
Klik disini untuk lihat artikel asli