KOMPAS.com – Pekerja rela mendapatkan gaji lebih kecil demi bisa kerja fleksibel dan sehat mental.
Generasi Z (Gen Z kelahiran 1997-2012) menjadi kelangan usia pekerja yang rela menerima gaji penurunan gaji paling besar dibandingkan generasi Y/Millenials (1981-1996), Gen X (1965-1980), dan Baby Boomers (1946-1964).
Hal tersebut terungkap dalam riset terbaru bertajuk “Work Relationship Index” yang diungkap Hewlett-Packard (HP) dalam salah satu sesi konferensi di acara South by Southwest (SXSW) Sydney 2023.
Ini pertama kalinya HP mempublikasi riset terkait hubungan pekerjaan dan pekerja dengan melibatkan 15.624 responden dari 12 negara, termasuk Indonesia. Survei dilakukan pada 9 Juni sampai 10 Juli 2023.
“Alasan riset ini diinisiasi adalah karena cara kerja kita sudah berubah pasca-pandemi dengan adanya kerja hybrid bahkan kerja dimana saja (WFA), sehingga ekspektasi dan hubungan kita dengan pekerjaan kita juga berubah,” kata Country Manager HP New Zealand Oliver (Ollie) Hill.
Country Manager HP New Zealand Oliver (Ollie) Hill mengatakan bahwa salah satu temuan umum dari riset ini adalah hubungan kita dengan pekerja yang tidak sehat. Berdasarkan riset, secara umum hanya sepertiga atau sekitar 27 persen responden yang memiliki hubungan yang sehat dengan pekerjaannya.
Faktanya, mayoritas (76 persen) orang yang memiliki hubungan kerja yang tidak sehat mempertimbangkan untuk meninggalkan pekerjaan mereka saat ini.
Sementara bila dilihat dari per negara, pekerja yang paling sedikit memiliki hubungan sehat dengan pekerjaan adalah Jepang, di angka 5 persen.
Di Indonesia, 38 persen pekerja asal Indonesia memiliki hubungan yang sehat dengan pekerjaan. Dari jumlah ini, 77 persen responden asal Tanah Air mengaku sedang mempertimbangkan untuk resign alias keluar dari kantornya.
Responden yang tidak memiliki hubungan sehat dengan pekerjaannya juga cenderung tak produktif, tak merasa terikat dengan pekerjaan dan perusahaan, serta melakukan hal minimum untuk tetap dalam performa yang baik.
“Hubungan kita dengan pekerjaan sedang mengalami ketegangan. Dampak dari tekanan tersebut sangat signifikan, baik dalam hal kesejahteraan fisik, mental, dan produktivitas organisasi,” kata Ollie.
Adapun pengaruh hubungan pekerjaan yang tidak sehat dengan kesehatan fisik pekerja meliputi:
- Makan lebih banyak makanan tidak sehat
- Tidak terlalu sering berolahraga
- Tidak bisa tidur nyenyak
- Bertambah berat badan
Sementara hubungan pekerjaan yang tidak sehat dengan kesehatan mental atau emosional pekerja meliputi:
- Mengalami masalah kesehatan mental (mental health). Masalah mental health ini berdampak pada aspek lain kehidupan mereka, dengan 45 persen menyatakan bahwa hubungan pribadi mereka dengan teman dan keluarga terganggu, dan lebih dari separuh (59%) terlalu lelah untuk mengejar minat pribadi mereka.
- Merasa gagal dalam hidup
- Self-esteem (rasa harga diri) menurun
- Merasa seakan-akan kehilangan jati diri
- Merasa terisolasi
Riset HP menemukan, pekerja rela mendapatkan gaji yang lebih kecil di tempat lain demi bisa terhindar dampak di atas, terutama sehat mental.
Dari hasil riset HP Work Relationship Index, 83 persen pekerja rela menerima gaji lebih kecil, asalkan hubungan dengan pekerjaannya sehat. Salah satu indikator yang mendorong terciptanya hubungan sehat dengan pekerjaan adalah fleksibilitas terkait tempat dan waktu bekerja.
“Rata-rata, pekerja bersedia kehilangan 13 persen gajinya untuk bekerja di perusahaan yang memperbolehkan mereka bekerja dimanapun dan kapanpun mereka mau,” kata Ollie.
Bila acuan rata-rata gaji 75.000 dollar AS (sekitar Rp 1,1 miliar) setahun, pekerja legowo kehilangan pendapatan 9.750 dollar AS (kira-kira Rp 155,5 juta) setahun.
Dari berbagai usia yang disurvei, pekerja Gen Z menjadi kelangan yang paling rela kehilangan lebih banyak gajinya untuk fleksibilitas. Menurut HP Work Relationship Index, Gen Z rela menerima gaji 16 persen lebih kecil untuk pekerja di perusahaan yang menawarkan WFA, alias kerja dari mana saja dan kapan saja.
Untuk mendapatkan benefit yang sama, Millennial, Gen X, dan Baby Boomer rela mendapatkan masing-masing 14 persen, 11 persen, dan 9 persen gaji lebih rendah dari sebelumnya.
Responden yang disurvei mengatakan mereka juga rela gajinya lebih kecil 11 persen demi memiliki hubungan yang lebih sehat dengan pekerjaannya. Hal ini termasuk menemukan fulfillment (makna dan pemberdayaan) di tempat kerja, hingga mendapatkan pemimpin yang empati dan bertanggung jawab.
Laporan “Work Relationship Index” dari HP bisa dibaca selengkapnya melalui tautan berikut ini.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
#Riset #Gen #Rela #Bergaji #Kecil #Asal #Bisa #WFA #dan #Sehat #Mental
Klik disini untuk lihat artikel asli