Dalam riset terbarunya yang berjudul Get Ready for 2021 Goldilocks, Morgan Stanley menyebutkan bahwa Asia akan mengalami periode emas pada tahun 2021 yakni kebangkitan ekonomi setelah pandemi.
Goldilocks dalam ekonomi berarti sebuah periode yang sempurna. Kondisi tersebut adalah ekonomi tumbuh tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat. Hal ini dinilai karena pertumbuhan ekonomi tidak terlalu kencang yang dapat menyebabkan burnout dan tidak terlalu lambat sehingga dapat mengakibatkan resesi.
“Kami melihat perekonomian Asia (kecuali Jepang) akan berubah dari pertumbuhan rendah ke masa Goldilocks atau kebangkitan ekonomi setelah pandemi pada 2021. Kombinasi pertumbuhan ekonomi yang cepat di atas rata-rata, inflasi yang meningkat tetapi masih sejalan dengan tren, dan kebijakan yang longgar,” sebut riset Morgan Stanley.
Morgan juga menilai bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang paling menonjol dan akan mengalami kebangkitan ekonomi setelah pandemi. Bersama India dan Filipina, Indonesia akan menjadi negara yang paling menikmati fase Goldilocks ini.
Ketiga negara tersebut akan menikmati aliran modal asing karena suku bunga acuan, terutama di Amerika Serikat (AS) yang masih akan tetap rendah. Kehadiran vaksin anti-virus COVID-19 juga akan membuat penghindaran resiko menurun.
“Jika negara-negara ini berhasil mengatasi berbagai hambatan struktural, maka peluang untuk memanfaatkan momentum pemulihan ekonomi akan semakin besar,” papar Morgan.
Di satu sisi, 82 UU (Undang-Undang) dari 1.100 pasal kini diselaraskan dalam UU Sapu Jagad (Omnibus Law) yang terdiri dari UU besar yakni UU Cipta Lapangan Kerja (Ciptaker) dan UU Perpajakan.
Menurut Presiden Joko Widodo, UU “Sapu Jagad” ini dibuat untuk membuat sederhana kendala regulasi yang kerap berbelit-belit dan berujung panjang. Ia optimis, investor asing akan mulai melirik investasi di Indonesia dengan diberlakukannya UU tersebut.
Menteri Agraria dan Tata Ruang, Sofyan Djalil, juga berharap dengan Omnibus Law nantinya pertumbuhan ekonomi dapat terdorong hingga 6%. Ia juga memperkirakan, aturan UU tersebut setidaknya berkontribusi 1% terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.