DEPOK, KOMPAS.com – Wali Kota Depok Mohammad Idris menyebut bahwa pihaknya sejauh ini belum merencanakan isolasi para pasien Covid-19 tak bergejala di hotel bintang 2 atau 3.
“Kami sudah coba, tapi belum ada hotel yang bersedia untuk dijadikan tempat karantina,” ujar dia kepada wartawan, Selasa (15/9/2020).
Sejauh ini, Pemerintah Kota Depok baru bekerja sama dengan RS Citra Medika di Cilodong sebagai rumah sakit khusus isolasi pasien positif Covid-19 tanpa gejala atau bergejala ringan, dengan kapasitas sekitar 78 pasien.
Sisanya, para pasien tanpa gejala melakukan isolasi mandiri di rumah. Lalu, sebagian di antaranya tersebar di 19 rumah sakit rujukan Covid-19 di Depok, jika lingkungan tempat tinggal si pasien tak memungkinkannya isolasi mandiri.
Ketua Satgas Covid-19 IDI Kota Depok, Alif Noeriyanto Rahman menganggap isolasi mandiri rentan menimbulkan penularan di skala lokal karena minimnya pengawasan terhadap aktivitas si pasien.
Ia menyampaikan, seperti DKI Jakarta, sebaiknya Pemerintah Kota Depok juga bekerja sama dengan mencarikan hotel bintang 2 dan 3 sebagai tempat isolasi para pasien Covid-19 tanpa gejala atau gejala ringan.
Namun, Idris sejauh ini tak berpikir ke arah sana. Soal biaya menjadi salah satu pertimbangan.
“Secara teknis operasional kesehatan juga agak kesulitan, karena harus merekrut tenaga kesehatan atau perawatnya. Ini tidak murah,” ungkapnya.
“Maka, kami akan menyasar rumah-rumah sakit yang memang khusus, seperti RS Citra Medika tadi untuk menampung pasien positif tanpa gejala dan bergejala ringan. Kami memilih rumah sakit untuk bisa kami jadikan kerja sama,” imbuh Idris.
Hingga data terbaru dirilis pada Selasa (15/9/2020), Kota Depok masih sebagai wilayah dengan laporan kasus positif Covid-19 tertinggi di wilayah Bodetabek, dengan total 2.990 kasus.
Di samping itu, kini ada 856 pasien positif Covid-19 yang sedang ditangani di Depok, melonjak nyaris 500 persen dalam 2 bulan terakhir.
Data dari Satgas Covid-19 IDI Depok, rumah sakit telah terisi 80 persen hingga hari ini.
Sebanyak 93 RW di Kota Depok masuk dalam zona merah Covid-19. Angka tersebut sekitar 10 persen dari total 924 RW di Depok.
Disebut zona merah lantaran RW tersebut mencatat ada sedikitnya dua warganya yang isolasi mandiri karena terpapar virus Corona.
Sebanyak 93 RW tersebut melakukan pembatasan sosial kampung siaga (PSKS). RW zona merah paling banyak berada di Kecamatan Sukmajaya, Pancoran Mas, dan Cimanggis.
Meski kasus Covid-19 semakin parah dan Depok jadi zona merah nasional, namun Pemerintah Kota Depok belum akan memberlakukan PSBB ketat seperti di Jakarta.
Diminta tiadakan isolasi mandiri
Alif Noeriyanto Rahman sebelumnya menyarankan agar Pemerintah Kota Depok meniadakan sistem isolasi mandiri bagi pasien Covid-19 tanpa gejala.
Dalam kondisi kasus Covid-19 melonjak tajam di Depok sejak Agustus 2020, jumlah pasien tanpa gejala mendominasi dan banyak yang isolasi mandiri di rumah.
Menurut Alif, hal ini akan berdampak pada meningkatnya penularan virus corona di lingkungan setempat/transmisi lokal.
“Memang, sekarang yang meningkat itu transmisi lokal. Orang-orang yang OTG (orang tanpa gejala), baik yang tahu maupun yang tidak tahu (dirinya positif Covid-19), itu masih berkeliaran,” jelas dia.
“Makanya, sekarang di DKI itu dipertegas. Semua OTG harus masuk ke hotel atau rumah sakit, tidak boleh lagi isolasi mandiri di rumah,” imbuh Alif, juga menyinggung rencana pemerintah pusat mengalihfungsikan hotel bintang 2 dan 3 untuk isolasi pasien tanpa gejala.
Berdasarkan catatan IDI Depok, Rumah Sakit Citra Medika yang kini difungsikan sebagai rumah sakit khusus isolasi dengan kapasitas 78 tempat tidur.
Alif beranggapan, jumlah ini jauh dari cukup menilik kasus aktif Covid-19 di Depok yang terus menunjukkan tren meningkat belakangan ini.
“Memang sekarang karena banyak yang positif, kita harus siapkan back-up plan (rencana cadangan) untuk isolasi pasien-pasien OTG. Ini yang memang harus dipikirkan lebih lanjut,” jelasnya.
Menurut Alif, ada sejumlah tantangan jika isolasi mandiri dilanjutkan.
Pertama, tidak ada kepedulian lingkungan sekitar untuk memperhatikan si pasien, sehingga ia terpaksa keluar rumah, misalnya, mencari makan.
“Kedua, pengetahuan keluarga di sekitarnya kurang. Karena kasihan, datanglah mereka dengan mengabaikan protokol kesehatan,” ujar Alif.
“Ketiga, tidak tahunya pasien ini, sehingga dia tetap keluar-keluar saja. Dia misalnya merasa ‘saya sudah enakan kok, ya sudah lah, saya keluar saja’,” tandasnya.
#Wali #Kota #Depok #Belum #Ada #Hotel #yang #Mau #Jadi #Tempat #Isolasi #Pasien #Covid19
Klik disini untuk lihat artikel asli