KOMPAS.com – Seni manikur dengan cat kuku bukan fenomena baru pada modern ini, tapi merupakan perkembangan dari zaman kuno.
Metamorfosis pengunaan cat kuku memiliki sejarah yang panjang lebih dari 5.000 tahun, dan kaya, tidak hanya tentang merawat kuku wanita, menurut yang dilansir dari Sienna.
Sejarah cat kuku dimulai pada zaman China kuno, yang paling awal dipakai oleh para penguasa dan orang-orang di masyarakat kelas atas sebagai simbol kekayaan dan kekuasaan mereka.
Cat kuku awal adalah campuran lilin lebah, gelatin, dan putih telur yang diwarnai dengan anggrek atau mawar, yang dibiarkan di kuku selama beberapa jam untuk meninggalkan corak warna.
Warna merah dan hitam adalah warna yang sangat populer menurut manuskrip kuno, selain menambahkan serpihan metalik dari perak dan emas.
Dikutip dari History Collection, dari Dinasti Zhou sekitar 600 SM, warna emas dan perak adalah warna favorit.
Namun, pada Dinasti Ming abad ke-15, warna favorit para kalangan kelas elit berubah menjadi merah dan hitam, atau warna rumah kekaisaran yang berkuasa, yang sering kali dihiasi dengan serbuk emas.
Mode pewarnaan kuku saat itu berkembang tidak hanya mewaranainya, tapi juga memanjangkannya.
Pada masa Dinasti Qing, yang berlangsung dari abad ke-17 hingga ke-20, kuku para wanita bangsawan bisa mencapai panjang 8-10 inci (20,32 – 25,4 sentimeter).
Memanjangkan kuku dimaknai sebagai penguatan pernyataan status sosial yang tinggi di masyarakat.
Karena tidak mungkin menumbuhkan kuku dalam waktu singkat untuk memamerkan kelas sosial, maka zaman dulu ada kuku buatan yang dapat menjadi sambungan kuku asli pemiliknya.
Kuku panjang merepresentasikan pemiliknya adalah wanita yang berkuasa, karena ia tidak perlu melakukan banyak aktivitas manual sendiri.
Dia berkuasa untuk mendapatkan pelayanan, seperti untuk mencuci, berpakaian, makan sampai untuk merawat tubuh intim.
Wanita dengan kelas sosial tinggi itu kemudian akan menjadi bergantung dengan pelayannya, untuk mencegah mereka melukai diri sendiri.
Menurut History Collection, untuk mengatasi ketidaknyamanan menggunakan kuku panjang berhiaskan cat kuku dan permata atau emas, maka wanita Manchu dari dinasti Qing menggunakan kuku panjang hanya untuk 1-2 jari saja.
Kuku-kuku para bangsawan China pada zaman itu dibentuk dan ditata sedemikian rupa, sehingga tampak anggun dari pada terkesan berat.
Pada abad ke-19, kuku itu sering dihias lapisan pelindung kuku yang terbuat dari emas atau perak dan bertahtakan permata.
Mengutip Bustle pada 9 Agustus 2016, salah satu wanita fenomenal paling kuat dalam sejarah yang memiliki kuku panjang adalah Permaisuri China Cixi.
Cixi memiliki kuku panjang dengan perawatan untuk menekankan bahwa ia tidak pernah harus melakukan pekerjaan sehari-hari dalam hidupnya.
Melansir National Geographic, Cixi adalah wanita kelahiran 1835 yang mengubah China dari masyarakat abad pertengahan menjadi masyarakat modern di panggung global.
Pelindung kuku
Menariknya, para bangsawan ini memiliki pelindung kuku yang berbeda setiap waktunya.
Menurut Pitt Rivers Museum di Oxford, pelindung kuku yang terbuat dari bahan kayu digunakan pada “malam”, ketika mereka berada di dalam kamar tidur.
Sementara, pada siang hari menggunakan pelindung kuku dengan lebih mewah, banyak hiasan. Bahan mulai dari kulit penyu, perak, dan dihiasi dengan emas, enamel atau permata berharga.
Kebanyakan pelindung kuku yang saat ini disimpan dalam koleksi museum berasal dari akhir abad ke-19.
Permaisuri Cixi (1835–1908) memakai pelindung kuku di jari tengahnya, yang panjang kukunya melebihi 3 inci (7,62 sentimeter).
#Perempuan #Berdaya #Sejarah #Manikur #China #Kuno #Simbol #Kekuasaan #Sosial
Klik disini untuk lihat artikel asli