Menteri Investasi dan Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, memiliki kecurigaan terhadap International Monetary Fund (IMF) yang diduga akan mencampuri masalah hilirisasi di Indonesia dan setop program hilirisasi yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi.
Bahlil menyebut tiga kelompok yang diduga memiliki alasan untuk menentang hilirisasi versi Presiden Jokowi, antara lain:
1. Pihak-pihak yang ingin mendapatkan keuntungan cepat melalui impor.
2. Pelaku usaha yang cenderung mengekspor bahan mentah, termasuk nikel.
3. Negara-negara/ pihak internasional yang tidak ingin Indonesia maju dan menjadi kuat, salah satunya IMF.
Menteri Bahlil memberikan contoh terkait IMF yang menjadi objek kecurigaannya. Meskipun IMF telah meminta maaf atas salah tafsir mereka di media, Bahlil masih merasa heran mengapa IMF berulang kali mendorong Indonesia untuk mempertimbangkan ulang larangan ekspor nikel dan meminta agar larangan itu tidak diperluas ke bahan mentah lain.
Melansir CNN Indonesia, Bahlil bertanya, “Maksudnya apa orang seperti itu ingin ikut campur dalam urusan negara kita? Ini pasti ada sesuatu dan akan masuk ke calon calon presiden, penguasa, atau partai politik yang mungkin membuat program hilirisasi agar tidak dilanjutkan. Nah ini bahaya, negara tidak boleh dikendalikan oleh orang seperti ini.”
Menteri Bahlil berharap agar pemimpin yang menggantikan Presiden Jokowi berani melanjutkan program hilirisasi. Baginya, jika program ini tidak diteruskan, Indonesia bisa kembali ke masa di mana hanya mengekspor bahan mentah, seperti zaman VOC.
Bahlil menegaskan pentingnya karakter pemimpin yang berani dan memiliki tekad kuat untuk melanjutkan hilirisasi.
“Saya harapkan calon presiden ke depannya atau 3 capres ini bisa melanjutkan ini (hilirisasi), karena saya juga punya keyakinan ada pihak lain yang tidak ingin barang ini dilanjutkan,” kata Bahlil dikutip dari VOI.
Sebagai informasi, Dana Moneter Internasional (IMF) meminta pemerintah Indonesia untuk mempertimbangkan penghapusan kebijakan larangan ekspor nikel secara bertahap, dengan alasan bahwa kebijakan tersebut dapat merugikan Indonesia.
Permintaan untuk setop program hilirisasi Jokowi itu terdokumentasikan dalam laporan IMF yang berjudul “IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia.”
Saat itu Bahlil membela kebijakan hilirisasi dan larangan ekspor nikel yang telah diterapkan sejak 2020. Dia menyatakan bahwa kebijakan ini telah menguntungkan Indonesia, dengan pertumbuhan ekspor nikel yang meningkat secara signifikan.
Kementerian Investasi Mencatat Realisasi Investasi Hilirisasi
Kementerian Investasi/BKPM melaporkan bahwa realisasi investasi hilirisasi dari Januari hingga September 2023 telah mencapai Rp 266 triliun. Angka ini setara dengan 25,3 persen dari total realisasi investasi di Indonesia yang mencapai Rp 1,053 triliun pada periode yang sama.
Dalam laporan Realisasi Investasi Kuartal III-2023 yang diadakan di Kantor Pusat Kementerian Investasi/BKPM pada Jumat (20/10/2023), rincian investasi hilirisasi terbagi ke dalam beberapa sektor:
1. Sektor mineral, di mana smelter nikel mencapai Rp 97 triliun, bauksit Rp 7,1 triliun, dan tembaga Rp 47,6 triliun;
2. Sektor pertanian, dengan CPO/oleochemical sebesar Rp 39,5 triliun;
3. Sektor kehutanan, khususnya pulp & paper, mencapai Rp 34,8 triliun;
4. Sektor minyak dan gas, terutama untuk petrochemical, sebesar Rp 31,6 triliun;
5. Sektor ekosistem kendaraan listrik, yang mencakup baterai kendaraan listrik, sebesar Rp 8,4 triliun.