LONDON, KOMPAS.com – Di tengah bulan Ramadhan masyarakat Indonesia di London gotong-royong mengumpulkan dana untuk membangun masjid yang akan menjadi Indonesian Islamic Centre (IIC).
Sejak 2003, komunitas masyarakat Muslim Indonesia melakukan aktivitas keagamaan dan kebudayaan agama Islam di IIC di suatu rumah di Wakemans Hill Avenue, London utara.
Rumah 2 lantai itu menjadi pusat kegiatan komunitas mereka melakukan pengajian pekanan, pendidikan Alquran bagi anak-anak dan remaja, kajian tafsir, hingga tempat untuk kegiatan kesenian, seperti rebana.
Ukurannya tak terlalu besar, sehingga hanya bisa menampung maksimal 100 orang. Sangat jauh dari mencukupi.
Dari situ mereka memiliki tekad untuk dapat memiliki masjid di London yang representatif, yang punya corak dan penampakan fisik, seperti masjid, bukan seperti rumah biasa.
“Saat ini fasilitas dan sarana yang ada rumah di Wakemans Hill Avenue tersebut memang sudah tidak lagi memadai lagi,” ujar Eko Kurniawan, ketua panitia pembangunan IIC, dalam rilis IIC London pada Kamis (29/4/2021).
Apalagi, properti di Wakemans Hill Avenue ini berada di permukiman penduduk, sehingga izin yang diberikan sebatas rumah tinggal, bukan untuk aktivitas publik ataupun kegiatan komunitas.
“Konsekuensinya, kami tidak bisa menggunakan properti ini untuk kegiatan keumatan secara maksimal,” lanjut Eko.
Keterbatasan izin, sarana yang tidak memadai, sementara animo tinggi warga Indonesia dalam mengikuti kegiatan agama, membuat sejumlah warga Indonesia akhirnya memutuskan membentuk panitia baru pembangunan masjid, dengan harapan upaya untuk membangun masjid yang representatif bisa lebih cepat diwujudkan.
Rencananya, rumah yang selama ini menjadi pusat kegiatan warga Indonesia di Wakemans Hill Avenue akan dijual dan dana dari penjualan dipakai untuk membeli properti lain yang lebih representatif.
Dalam hitungan panitia, nilai jual properti ini sekitar 500.000 poundsterling (Rp 10,076 miliar).
Panitia juga memiliki dana sekitar 250.000 poundsterling (Rp 5,038 miliar) yang didapat dari sumbangan warga, baik yang ada di Inggris, negara-negara lain, maupun di Indonesia.
“Dari posisi dana ini, setelah dihitung total anggaran belanja dikurangi dana IIC yang tersedia saat ini, maka dana yang diperlukan oleh panitia pembangunan masjid adalah antara 750.000 poundsterling hingga 1,25 juta poundsterling atau antara Rp 14,2 miliar hingga Rp 23,7 miliar,” jelas Eko.
Eko dan panitia optimistis rencana membangun masjid Indonesia pertama di London bisa diwujudkan, apalagi rencana ini didukung oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia di London dan juga oleh Diaspora Indonesia.
Nantinya, Indonesian Islamic Centre di London akan memiliki masjid, ruang kelas, perpustakaan, dan unit usaha.
Masjid di London ini akan dipakai sebagai tempat shalat lima waktu, shalat Jumat, shalat Idul Fitri, dan shalat Idul Adha.
Diharapkan juga, masjid ini dapat dipakai untuk menggelar kegiatan-kegiatan komunitas Indonesia, seperti silaturahim akbar, yang biasanya diselenggarakan 2 kali dalam satu tahun.
“Dalam rencana kami, masjid ini punya kapasitas sekitar 500 jemaah,” kata Eko.
Ruang kelas akan dimanfaatkan untuk pendidikan anak-anak dan remaja, terutama untuk belajar Alquran dan agama Islam.
Menyediakan pendidikan agama menjadi tantangan tersendiri di Inggris. Diharapkan, keberadaan ruang kelas akan bisa menjadi semacam madrasah bagi anak-anak dan remaja Indonesia di London dan sekitarnya.
Untuk unit usaha seperti restoran halal, toko groseri, dan toko baju Muslim/Muslimah diharapkan bisa menjadi bagian dari pemasukan rutin dana pengelolaan atau operasional masjid.
Rencana pembangunan masjid di London ini disambut baik oleh Elvi Ibrahim, warga Indonesia di London. Ia mengungkapkan sudah sejak 1990-an komunitas Indonesia di Inggris ingin memiliki masjid.
“Saya masih ingat, pada bulan puasa sekitar 30 tahun yang lalu, beberapa anggota masyarakat Indonesia di London menggalang dana untuk membangun masjid,” kata Elvi.
“Kami dulu membentuk panitia, nah para anggota panitia tersebut kini sudah beranjak tua. Kami berharap, dengan masuknya para anggota panitia yang baru, yang lebih muda, keinginan kami untuk memiliki masjid bisa segera terwujud,” lanjutnya.
Hamim Syaaf, warga Indonesia yang sudah puluhan tahun menetap di London, mengatakan jumlah warga Indonesia di Inggris terus bertambah dan komunitas Indonesia ini dikenal aktif menggelar berbagai kegiatan keagamaan.
“Di sisi lain, kami dihadapkan pada persoalan tempat kegiatan. Kami jelas butuh tempat yang bisa mengakomodasi jumlah jemaah yang terus bertambah ini,” kata Hamim.
Ia menyadari pembangunan masjid di London ini memerlukan kerja keras, namun ia optimistis masjid Indonesia di London ini bisa diwujudkan.
“Ada komunitas Indonesia baik yang ada di Inggris, Eropa, dan Indonesia yang saya kira bisa membantu kami mewujudkan mimpi yang sudah kami rajut sejak beberapa dekade lalu,” ungkapnya.
#Masyarakat #Indonesia #London #Gotong #Royong #Kumpulkan #Dana #Bangun #Masjid #Halaman
Klik disini untuk lihat artikel asli