JAKARTA, KOMPAS.com – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) memfasilitasi korban kekerasan seksual untuk mendapat pendampingan dan penanganan.
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian PPPA Ratna Susianawati mengatakan, ada saluran khusus yang disediakan agar korban dapat melaporkan kasus yang dialami.
“Kami mendorong para korban untuk berani melapor ke pos-pos pengada layanan,” ujar Ratna, dikutip dari siaran pers, Jumat (11/6/2021).
Ratna menuturkan, korban kekerasan seksual dapat melapor melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Unit ini memiliki tugas memberikan layanan bagi perempuan dan anak yang mengalami masalah kekerasan, diskriminasi.
Terima kasih telah membaca Kompas.com.
Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu.
Daftarkan email
Kemudian, call centre Sahabat Perempuan dan Anak milik Kemen PPPA melalui nomor 129 atau hotline Whatsapp 08211-129-129.
Ratna mengatakan, perempuan dan anak sangat rentan mengalami kekerasan seksual. Sementara banyak korban yang memilih tidak bersuara atau bungkam karena tidak berani melapor.
Korban takut melapor karena akan dianggap membawa aib bagi keluarga, dirundung masyarakat, hingga ancaman dan teror dari pelaku.
“Kondisi ini justru mengakibatkan trauma mendalam bagi korban dan berakibat buruk pada kesehatan mental korban,” kata Ratna.
Ratna memaparkan, data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) pada periode Januari hingga Maret 2021 tercatat 259 laporan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan.
Bahkan dari Survei Pengalaman Hidup Perempuan Secara Nasional pada 2016, ditemukan satu dari tiga perempuan berusia 15 sampai 64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik dan atau kekerasan seksual oleh pasangan maupun bukan pasangan.
Oleh karena itu, kata Ratna, setiap korban kekerasan seksual dan fisik membutuhkan ruang aman serta orang yang dapat dipercaya untuk membantu mengurangi beban trauma yang dihadapi.
“Jika akhirnya korban memilih bersuara di ruang publik, tolong berikan empati untuk korban serta tidak menyudutkan dan memberikan stigma negatif,” ucap Ratna.
Saat ini, kata dia, masih banyak kasus pelecehan seksual di ruang publik yang terjadi. Namun belum ada payung hukum perlindungannya, terutama bagi korban.
Padahal, kata dia, payung hukum berupa rancangan undang-undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) tersebut nantinya akan menjadi rujukan dalam menciptakan sistem yang komprehensif.
Terutama, kata dia, dalam upaya pencegahan dan penanganan kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi di masyarakat, dari hulu sampai hilir.
“Urgensi pentingnya regulasi ini, masih terus dimatangkan oleh DPR sebagai salah satu usul inisiatifnya,” ucap dia.
#Kementerian #PPPA #Fasilitasi #Korban #Kekerasan #Seksual #agar #Berani #Melapor #Halaman
Klik disini untuk lihat artikel asli