Kawan Bisnis, apakah kamu memiliki investasi saham nikel di Indonesia yang jadi koleksi portofoliomu saat ini? Jika punya, kamu harus mencermati beberapa sentimen menarik di bawah ini.
Saham-saham emiten tambang nikel mengalami pasang-surut dalam periode 1 bulan terakhir. Hal ini disebabkan oleh minimnya dorongan positif dan penurunan harga kontrak berjangka komoditas nikel. Beberapa emiten, seperti PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) dan PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) mengalami penurunan signifikan dalam nilai saham mereka.
Saham perusahaan Grup Saratoga PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) turun sebesar 5,62% dalam seminggu dan anjlok 21,67% dalam sebulan. Saham perusahaan yang berafiliasi dengan MDKA, PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA), juga mengalami penurunan hingga 7,19% dalam seminggu dan 16,47% dalam sebulan.
Selain itu, saham perusahaan BUMN seperti PT Timah Tbk (TINS) dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) turun masing-masing sebesar 12,42% dan 5,16% dalam sebulan terakhir. Saham PT PAM Mineral Tbk (NICL) adalah satu-satunya yang bergerak berbeda dengan kenaikan sebesar 78,53% dalam sebulan.
Baru-baru ini, MBMA mengalokasikan investasi sebesar US$77,5 juta untuk meningkatkan haul road yang menghubungkan tambang Sulawesi Cahaya Mineral (SCM) dengan kawasan industri Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).
Seiring dengan peningkatan haul road tersebut, SCM telah mulai mengirim bijih nikel saprolit ke fasilitas pengolahan rotary kiln electric furnace (RKEF) MBMA di IMIP sejak Agustus 2023. MBMA juga sedang berusaha menyelesaikan proyek AIM di IMIP dengan total investasi sebesar US$117 juta pada semester pertama tahun 2023. Proyek AIM ini direncanakan akan memulai tahap pengujian operasionalnya (commisioning) pada akhir 2023.
Proyek AIM dan Dampaknya pada Pasar
Melansir laman resmi PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA), proyek AIM (acid, iron, metal) merupakan fasilitas pengolahan yang modern, terpadu, dan memiliki lokasi strategis di Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Morowali, Sulawesi Tengah.
Proyek AIM ini akan berfokus pada operasi konsentrator, di mana mereka akan mengekstraksi konsentrat pirit. Selain itu, fasilitas ini juga akan mencakup pabrik asam, pabrik pemanggangan kloridasi, dan pabrik ekstraksi logam.
Satu aspek menarik dari proyek AIM adalah upaya MBMA untuk memanfaatkan sisa kandungan mineral di Tambang Tembaga Wetar. Meskipun secara alamiah tidak dapat diekstrak menjadi tembaga, sisa kandungan mineral ini tetap memiliki nilai ekonomi yang signifikan. Oleh karena itu, MBMA telah merancang proyek ini untuk mengolah kelebihan kandungan mineral tersebut menjadi bahan baku baterai yang penting.
Proyek AIM yang berlokasi di IMIP direncanakan untuk mengolah bijih sisa dari Tambang Tembaga Wetar menjadi berbagai produk, termasuk asam sulfat, uap jenuh, pelet bijih besi, spons tembaga, hidroksida timbal-seng, emas dore, dan perak.
Selain berlokasi strategis, proyek AIM memberikan akses mudah dengan infrastruktur yang telah ada dan juga dekat dengan calon pembeli asam dan uap di masa depan. Ini akan mendukung kebutuhan pemain hilir dalam rantai nilai baterai kendaraan listrik (EV). Asam dan uap yang dihasilkan oleh proyek ini akan digunakan dalam pabrik HPAL milik MBMA.
Proyek AIM dikelola oleh PT Merdeka Tsingshan Indonesia (MTI), yang merupakan hasil usaha patungan antara MBMA (melalui anak perusahaannya, PT Batutua Pelita Investama) dan Eternal Tsingshan Group Limited. Kolaborasi ini bertujuan untuk mengoptimalkan potensi proyek AIM dan memperkuat posisi MBMA dalam industri ini.
Perkembangan Harga Nikel dan Stimulus Tiongkok
Harga kontrak nikel di London Metal Exchange (LME) turun sebanyak 39% dan mencapai US$18.087 per ton sejak awal tahun, disinyalir memiliki impact ke investasi saham perusahaan nikel di Indonesia.
Walaupun harga nikel sedang menurun (downtrend), beberapa logam dasar lainnya mengalami kenaikan harga, terutama setelah Tiongkok mengumumkan stimulus besar-besaran untuk mendukung perekonomian. Hal ini menciptakan prospek cerah bagi nikel, karena Tiongkok adalah konsumen utama komoditas saat ini.
Selain itu, Indonesia memegang peranan penting dalam rantai pasok nikel dunia karena memiliki cadangan nikel yang besar. Seperti yang kita ketahui Kawan Bisnis, Pemerintah Republik Indonesia telah menerapkan larangan ekspor bijih nikel sejak 1 Januari 2020 untuk mendorong pengembangan industri nikel di dalam negeri.
Kebijakan ini dikatakan melanggar aturan WTO, namun pemerintah Indonesia tetap mendorong hilirisasi industri nikel domestik. Saat ini, terdapat 15 smelter nikel di seluruh Indonesia, dengan rencana penambahan 7 smelter dalam beberapa tahun mendatang.
Dalam upaya mengurangi emisi karbon, nikel juga memiliki potensi besar dalam industri energi bersih dan kendaraan listrik. Permintaan nikel untuk teknologi energi bersih diperkirakan akan meningkat pesat dan tumbuh lebih dari 70% dalam lima tahun ke depan di Indonesia. Hal ini akan memberikan peluang besar bagi pemegang investasi saham emiten nikel di IHSG.
Meskipun prospek sektor nikel di Indonesia sangat menjanjikan, saham-saham emiten nikel masih menghadapi tekanan dalam jangka pendek. Namun, dengan perkembangan dan sentimen positif dalam industri nikel, masih ada potensi keuntungan jangka panjang yang dapat diambil oleh para investor.