Badan Pusat Statistik (BPS) baru-baru ini merilis laporan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III tahun 2023, dengan kenaikan sebesar 4,94%. Angka ini menunjukkan penurunan dari pertumbuhan ekonomi pada periode yang sama tahun lalu yang mencapai 5,73%.
Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi ini diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal ketiga tahun ini. PDB kuartal III mencapai Rp 5.296 triliun atas dasar harga berlaku (ADHB) dan Rp 3.124,9 triliun atas dasar harga konstan (ADHK).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal ketiga tahun 2023 terjadi di tengah situasi global yang ditandai oleh perlambatan ekonomi global, perubahan iklim, dan penurunan harga komoditas ekspor unggulan. Meskipun ada tantangan, kinerja ekonomi Indonesia mencerminkan daya tahan yang kuat.
“Di tengah melambatnya perekonomian global, terjadinya perubahan iklim, dan menurunnya harga komoditas ekspor unggulan, resiliensi ekonomi Indonesia tercermin melalui pertumbuhan ekonomi sebesar 4,94 yoy atau secara kumulatif tumbuh 5,05 persen ctc,” kata Amalia, dalam konferensi pers Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Kuartal III 2023, dilansir infobanknews.com, Senin (6/11/2023).
Selain itu, Amalia juga mengungkapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal ketiga biasanya lebih rendah dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, kecuali pada tahun 2020 saat pandemi Covid-19 melanda. Menurutnya pola ini terus berlanjut dengan pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga yang cenderung lebih rendah.
Komponen Pendongkrak Ekonomi Indonesia
Dalam laporan yang dirilis BPS, berbagai komponen pengeluaran menjadi pendorong terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III-2023. Konsumsi rumah tangga tetap menjadi kontributor terbesar, dengan pertumbuhan sebesar 5,06% dan berkontribusi sekitar 52,62% terhadap PDB.
Selain itu, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh sebesar 5,77% atau menyumbang sekitar 29,68% terhadap PDB. Ini didorong oleh pertumbuhan dalam sektor barang modal bangunan, kendaraan, sumber daya hayati yang dibudidayakan, dan produk kekayaan intelektual.
Konsumsi lembaga non-profit yang melayani rumah tangga (LNPRT) juga tumbuh sebesar 6,21% dan menyumbang sekitar 1,21% terhadap PDB. Pertumbuhan komponen ini terkait dengan peningkatan aktivitas partai politik menjelang pemilu.
Di sisi lain, komponen ekspor dan impor mengalami kontraksi, masing-masing sebesar 4,26% dan 6,18%. Meskipun komponen ekspor berkontribusi cukup besar terhadap PDB (21,26%), impor menjadi faktor yang membebani pertumbuhan ekonomi (19,57%).
Konsumsi pemerintah, sebaliknya, mengalami penurunan sebesar 3,76% dan berkontribusi 7,16% terhadap PDB. Penurunan ini terkait dengan pergeseran pembayaran gaji ke-13, yang pada tahun ini dibayarkan pada kuartal kedua, berbeda dengan tahun sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III-2023 juga didorong oleh sektor-sektor seperti transportasi dan pergudangan (pertumbuhan 14,74%), jasa lainnya (pertumbuhan 11,14%), dan akomodasi makanan minuman (pertumbuhan 10,90%). Hal ini terjadi berkat peningkatan aktivitas produksi, mobilitas masyarakat, kunjungan wisatawan mancanegara yang meningkat, beberapa acara nasional dan internasional yang terselenggara, serta dimulainya kegiatan politik menjelang pemilu.
Namun, Amalia juga menyoroti faktor-faktor yang menyebabkan melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2023. Seperti contoh konsumsi rumah tangga, yang merupakan kontributor utama pertumbuhan, tumbuh lebih lambat pada periode ini dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Konsumsi rumah tangga pada kuartal III-2023 hanya tumbuh sebesar 2,63% yoy, sedangkan pada kuartal II-2023, pertumbuhannya mencapai 5,51% yoy.
Tantangan Global bagi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Dalam konteks global, IMF memproyeksikan perlambatan pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2023. Namun, ekonomi Indonesia diharapkan tumbuh lebih baik daripada rata-rata ekonomi global dan negara maju.
Pemerintah Indonesia telah mengambil berbagai langkah untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang sesuai dengan target di atas 5 persen. Salah satunya adalah kenaikan tingkat suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) sebesar 25 basis poin menjadi 6 persen.
Langkah ini dilakukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan mengendalikan inflasi barang impor di tengah ketidakpastian global yang meningkat. Pemerintah juga memberikan bantuan tunai langsung dan pembebasan pajak untuk pembelian rumah senilai Rp 2 miliar, yang bertujuan untuk mendorong sektor perumahan.