JAKARTA, KOMPAS.com – Sebanyak 56 oknum prajurit TNI ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyerangan Polsek Ciracas pada Sabtu (29/8/2020) dini hari lalu.
Mereka yang ditetapkan sebagai tersangka terdiri dari 50 prajurit dari matra TNI Angkatan Darat (AD) dan enam prajurit TNI Angkatan Lauat (AL).
Dalam penetapan tersangka pada matra TNI AD, penyidik Pusat Polisi Militer Angkatan Darat (Puspomad) telah melakukan pemeriksaan terhadap 81 personel dari 34 satuan sejak 3 September 2020 hingga 8 September 2020.
Selain menetapkan 50 oknum prajurit TNI AD sebagai tersangka, penyidik juga telah mengembalikan 23 personel ke satuannya dengan alasan karena murni hanya sebagai saksi.
“Proses penyidikan dan penyelidikan masih terus berjalan sesuai dengan ketentuan hukum,” ujar Komandan Puspomad Letjen Dodik Widjonarko dalam konferensi pers yang ditayangkan Kompas TV, Rabu (9/9/2020).
Sementara itu, berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, keterlibatan enam tersangka dari TNI AL dalam dugaan penyerangan Polsek Ciracas diduga karena motif jiwa korsa.
Motif jiwa korsa tersebut ditunjukkan terhadap prajurit TNI AD, Prada MI yang mengklaim dirinya dianiaya. Padahal, kenyataannya Prada MI mengalami kecelakaan tunggal.
Akibat perbuatannya, para tersangka kini terancam dijebloskan ke penjara. Mereka dijerat Pasal 170 KUHP dan Pasal 169 KUHP. Ancaman hukumanya lima tahun dan enam bulan penjara.
Selain itu, penyidik hingga kini masih melakukan pemeriksaan terhadap 15 prajurit dari matra TNI Angkatan Udara (AU).
Diketahui, penyerangan Polsek Ciracas berawal dari kecelakaan tunggal yang dialami anggota TNI berinisial Prada MI, di Jalan Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur, tepatnya di dekat pertigaan lampu merah Arundina pada Sabtu (29/8/2020) dini hari.
Akibat kecelakaan tersebut, MI menderita luka di bagian wajah dan tubuh. Kepada pimpinannya, Prada MI mengaku mengalami kecelakaan tunggal.
Namun, informasi berbeda disampaikan Prada MI kepada rekan-rekannya. Prada MI mengaku dikeroyok sejumlah orang.
Selain itu, para prajurit itu juga mendapat informasi yang menghina TNI.Para prajurit tidak mengecek kebenaran informasi terlebih dulu terkait kecelakaan tersebut. Mereka terprovokasi informasi hoaks.
Kabar bohong itu kemudian memicu amarah para tentara. Jiwa korsa jadi alasan. Selain merusak fasilitas Polri, massa juga merusak pertokoan dan menyerang warga yang melintas di lokasi.
Penyidik pun menetapkan Prada MI, yang sempat dirawat di rumah sakit karena kecelakaan yang dialaminya, sebagai tersangka setelah dilakukan pemeriksaan secara maraton.
Prada MI disangkakan Pasal 14 ayat 1 juncto ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1948 tentang Peraturan Hukum Pidana. Pasal itu mengatur tentang penyebaran kabar bohong. Ancaman hukumannya 10 tahun penjara.
Dodik menambahkan, Prada MI saat ini sudah ditahan di Denpom Jaya/II Cijantung, Jakarta Timur.
Motif bohong Prada MI
Sedikitnya terdapat dua motif di balik penyebaran informasi bohong mengenai kecelakaan tunggal yang diklaim Prada MI hingga berujung penyerangan Polsek Ciracas.
“Satu, ada perasaan takut kepada satuan apabila diketahui sebelum kecelakaan lalu lintas tunggal, yang bersangkutan minum-minuman keras,” kata Dodik.
Ia menjelaskan, dalam motif pertama tersebut juga telah dikuatkan dengan keterangan dua saksi atas nama Serka ZBH dan Prada AM.
Sebelum kecelakaan tunggal terjadi, kedua saksi ini bersama Prada MI menenggak minuman keras.
“Tersangka Prada MI diketahui hanya minum sebanyak dua gelas,” kata Dodik.
Dodik melanjutkan, motif kedua Prada MI adalah merasa malu kepada pimpinan apabila dirinya diketahui telah minum-minuman keras sebelum peristiwa kecelakaan tunggal terjadi.
Akibat kecelakaan tersebut, Prada MI juga merasa takut dianggap bersalah.
Apalagi, sepeda motor bernomor polisi B 3580 TZH yang ditungganginya merupakan sepeda motor milik pimpinannya.
“Serta takut diproses hukum karena pada saat mengendarai sepeda motor tersebut tidak memiliki Sim C dan tidak membawa STNK,” kata Dodik.
Sebelum peristiwa itu terjadi, Prada MI disebut tak memiliki catatan buruk selama menjalani tugas.
“Yang bersangkutan tidak pernah bermasalah,” ujar Direktur Hukum Angkatan Darat (Dirkumad) Brigjen TNI Tetty Melina Lubis.
Tetty mengatakan, Prada MI masih hidup sendiri alias lajang. Selama ini, Prada MI juga memiliki tanggung jawab untuk membiayai keempat adiknya.
Tetty menambahkan, Prada MI merupakan personel yang diperbantukan di Badan Pembinaan Hukum (Babinkum) sebagai seorang sopir.
Dipukul hingga dilindas
Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman mengungkapkan, terdapat 23 orang yang menjadi korban penganiayaan fisik.
Adapun jumlah korban penganiayaan fisik ini berdasarkan hasil rekapitulasi pengaduan hingga 7 September 2020.
Luka fisik yang dialami para korban berupa pembacokan, pemukulan, hingga penusukan.
Tak hanya itu, terdapat masyarakat yang turut menjadi korban pemukulan oleh oknum prajurit TNI hingga terkapar.
Ironisnya, ketika korban tersebut sudah dalam kondisi terkapar, para pelaku kemudian melindas korban tersebut menggunakan sepeda motor.
Selain korban penganiayaan fisik, terdapat juga korban yang mengalami kerugian materiil sebanyak 109 orang.
Dalam peristiwa penyerangan dan perusakan tersebut, sedikitnya kerugian materiil yang dialami intitusi kepolisian mencapai Rp 1,63 miliar.
Jumlah itu berasal dari perusakan terhadap sejumlah fasilitas milik korps berbaju cokelat tersebut.
Antara lain, Pos Polisi Taman Mini, Polsek Ciracas, dan Polsek Pasar Rebo.
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Nana Sujana sendiri berinisiatif untuk mengganti kerugian materiil tersebut. Padahal, pimpinan TNI AD sebelumnya sudah berencana mengganti keseluruhan kerugian materiil tersebut.
Dudung menjelaskan, keputusan Kapolda Metro Jaya menanggung semua kerugian materiil di lingkungan kepolisian karena faktor kesolidan.
“Karena menurut Kapolda pada dasarnya TNI-Polri di lingkungan Jakarta ini tetap solid,” kata Dudung.
Selain itu, berdasarkan rekapitulasi pengaduan hingga 7 September 2020, kerugian materiil yang dialami masyarakat mencapai Rp 500.096.744.
“Ini untuk sementara ditanggulangi oleh pimpinan AD yang pada dasarnya nanti akan dibebankan kepada para pelaku,” ungkap Dudung.
Sinergi TNI-Polri
Sementara itu, Ketua Setara Institute Hendardi menilai sinergi TNI- Polri yang selama ini digembar-gemborkan baru terjadi sebatas di tingkat elite kedua institusi.
Oleh karena itu, Hendardi menilai tidak heran jika masih kerap kali terjadi gesekan di tingkat prajurit.
“Sinergi kedua institusi selama ini hanya direpresentasikan oleh elit TNI-Polri dan oleh spanduk-baliho kedua pimpinan organisasi ini,” kata Hendardi dalam keterangan tertulis, Senin (31/8/2020).
“Sementara, di lapangan para prajurit dibiarkan terus bergesekan,” tuturnya.
Hendardi pun mendorong TNI-Polri mendesain mekanisme sinergi kelembagaan yang konstruktif hingga ke tingkat prajurit lapangan.
Selain itu, ia juga mendorong adanya reformasi di tubuh TNI, salah satunya dengan revisi Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Tak Selesai dengan Slogan Sinergitas TNI-Polri Dengan revisi itu, ia berharap oknum TNI yang melakukan tindak pidana umum bisa diadili di peradilan umum.
“Meskipun duduk perkara telah terang benderang dan KSAD sudah mengambil langkah positif, upaya reformasi di tubuh TNI tetap menjadi kebutuhan,” kata dia.
#Tentara #Jadi #Tersangka #Penyerangan #Mapolsek #Ciracas
Klik disini untuk lihat artikel asli